Honor Ad Hoc Naik Tak Sesuai NPHD, KPU Surabaya Kebingungan

1. Honor ad hoc naik berdasarkan Surat Kemenkeu

Komisioner KPU Surabaya Divisi Perencanaan, Data, Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya Nafila Astri menjelaskan bahwa kenaikan honor ad hoc tersebut berkaitan dengan upah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Awalnya, upah PPK di Kota Surabaya sebesar Rp1,8 juta. Namun dengan adanya surat Kemenkeu terbaru, honor tersebut naik menjadi Rp2,2 juta.
Padahal, pada NPHD yang telah disahkan oleh Pemkot Surabaya, honor PPK tercantum sebesar Rp1,8 juta. Jika KPU harus menggaji PPK dengan ketentuan yang baru, maka NPHD sebanyak Rp84,637 miliar tidak mencukupi.
"Selisihnya sekitar Rp7 miliar. Tapi itu kurang lebih. Nanti akan kami hitung ulang," ujar Nafila saat ditemui di Kantor DPRD Surabaya, Senin (21/10).
2. Surat turun tepat saat NPHD disahkan

Nafila melanjutkan, permasalahan ini muncul lantaran KPU Surabaya tidak mengetahui keluarnya Surat Kemenkeu tertanggal 7 Oktober 2019 tersebut. Padahal, NPHD sudah didesak untuk disahkan pada tanggal yang sama. Akibatnya, honor ad hoc belum disesuaikan
"Itu turun sesudah kami melakukan NPHD. Saat penyusunan kemarin, kami dari KPU sudah mengomunikasikan kepada pemkot dalam hal ini (kenaikan honor). Tapi saat itu dasar hukumnya masih pengajuan, belum ada penetapan dari Menteri Keuangan," terangnya.
3. Dewan takut ada kecemburuan

Beberapa daerah yang terlambat mengesahkan NPHD pun dapat menyesuaikan honor dengan Surat Kemenkeu terbaru. Misalnya seperti Kabupaten Gresik, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jember.
Melihat beberapa daerah sudah bergaji Rp2,2 juta, anggota Komisi A Mochamad Machmud mengkhawatirkan akan terjadinya kecemburuan sosial antara PPK di Kota Surabaya terhadap daerah-daerah lain.
"Padahal Surabaya ini mampu. Keuangannya kuat. Kok lebih kecil honornya? Takutnya nanti malah iri-irian dan demo sehingga memperlambat proses pilwali (pemilihan wali kota, Red). Apalagi kan mereka itu sudah bekerja keras," tuturnya.
4. Surat yang dikeluarkan KPU terlalu mepet dengan NPHD

Mahmud pun menyayangkan munculnya Surat Kemenkeu tersebut yang dirasa terlalu mepet dengan pengesahan NPHD. Apabila surat tersebut telah disahkan jauh-jauh hari, maka KPU dan pemkot bisa melakukan penyesuaian NPHD.
"Saya menyesalkan Kementerian Keuangan, ini kan masalah penting. Coba bayangkan kalau KPU daerah tanda tangan NPHD tanggal 1 Oktober semua. Menurut intruksi kementerian maupun KPU, semuanya gak dapat Rp2,2 juta," lanjutnya.
5. Sarankan konsultasi ulang

Untuk itu, Komisi A DPRD Kota Surabaya menyarankan agar KPU Surabaya beserta Pemkot Surabaya untuk berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri. Gunanaya adalaj untuk memastikan apakah NPHD masih dapat disesuaikan atau tidak. Pasalnya, hingga saat ini mereka masih belum menemukan celah untuk melakukan revisi NPHD tersebut.
"Menurut info tadi tidak bisa diubah lagi. Karena yang bisa diubah itu jika calon itu ada 6 padahal estimasinya 5, dan pengecualian lain usai penetapan. Tapi kenaikan honor tidak bisa diubah. Solusi lain kita sarankan mereka agar konsultasi ke Kementerian Keuangan maupun Kemendagri," pungkasnya.
















