Masih Ada Empat ASN Koruptor yang Belum Dipecat di Jatim

Surabaya, IDN Times - Kepala Badan Kepegawaian Daerah Jawa Timur (BKD Jatim), Anom Surahno memastikan bahwa pihaknya telah memecat beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal tersebut dikarenakan mereka tersandung tiga kasus yang tergolong dalam kejahatan luar biasa. Kasus-kasus tersebut adalah korupsi, terorisme dan penyalahgunaan obat terlarang alias narkotika.
1. Masih ada empat ASN belum dipecat

Anom menegaskan bahwa ada sebanyak tiga ASN di lingkup pemerintah provinsi (pemprov) sudah diberhentikan secara tidak hormat. Sementara, di lingkup kabupaten/kota di Jatim, ada 77 ASN yang sudah dipastikan bersalah dan berkekuatan hukum tetap.
"Tinggal empat saja (ASN) di kabupaten/kota, ini membuat pemberhentiannya. Tapi yang 73 sudah (diberhentikan)," ujar Anom saat ditemui di Lapangan Ahmad Yani Golf, Surabaya, Minggu (3/2).
2. Didominasi kasus korupsi

Anom menyatakan bahwa dari tiga perkara tersebut, kasus yang paling banyak menjerat para ASN ialah korupsi. Dia menyebut tiga ASN di lingkup Pemprov Jatim yang dipecat itu pun tersandung kasus korupsi. Sedangkan kasus terorisme ada 2 ASN di lingkup kabupaten/kota Pasuruan. "Kalau narkoba itu ada di Malang, pokoknya korupsi itu mendominasi dan sudah inkracht," katanya.
3. Adanya SKB tiga menteri bisa langsung pecat
Terkait kendala masih ada yang belum diberhentikan, Anom mengatakan bahwa yang bersangkutan masih terus mengajukan banding. Bahkan, ada satu ASN yang sudah menang banding, tetapi di sidang putusan kalah.
"Kalau sudah ada putusan kalah itu langsung kami berhentikan tidak hormat. Tapi dengan adanya SKB (surat keputusan bersama) tiga menteri, maka akan kami putus (pecat karena sudah inkracht)," jelas Anom.
4. Masih dapat gaji separuh

Lebih lanjut, selama ini Pemprov Jatim masih membayar separuh ASN yang dinyatakan bersalah atas tiga perkara tersebut. Begitu inkracht, upahnya langsung dicabut. Dia mengaku kalau sudah konsultasi dengan BPK terkait sistem pemberian upah ASN yang tersandung kasus ini.
"Sebetulnya, ada (upahnya) tapi kami tahan. Gak kami beri, kebanyakan kami beri separuh. Jaga-jaga kalau ternyata tidak salah (pada saat putusan)," pungkas Anom.
















